Jauh Menjadi Dekat: Sebuah Refleksi Peziarahan Iman Bersama Peserta CSMS

Marchelito Oktavianus Tetamiharya

 

Keenam hari pertama di awal bulan Februari adalah hari yang mengesankan sekaligus bersejarah dalam hidup saya.  Dalam keenam hari itu, yaitu tanggal 1-6 Februari 2024, terdapat sebuah rangkaian acara Christian Studies for Muslim Scholars (CSMS) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Teolog Indonesia (ATI). Sebenarnya ini bukan kali pertama STT Satyabhakti (SATI) menjadi tuan rumah untuk acara tersebut.  Dari informasi yang saya dengar, ini adalah kali kedua ATI bekerjasama dengan SATI dalam menyelenggarakan acara CSMS.  Namun, tetap saja bagi saya ini adalah kali pertama saya ikut andil di dalamnya.

Berbicara soal SATI, kampus ini adalah kampus teologi yang keseluruhan penduduknya adalah umat beragama Kristen, baik dosen, staf, maupun mahasiswa.  Ini adalah hal yang pasti karena sejatinya SATI adalah tempat pembentukan bagi hamba-hamba Tuhan atau lebih tepatnya calon-calon pendeta.  Maka dari itu, agak asing rasanya ketika telinga ini mendengar pengumuman di Chapel bahwa SATI akan kedatangan tamu, yaitu mahasiswa-mahasiswi Islam dari beberapa Universitas Islam di Indonesia.  Awalnya saya penasaran apa yang akan terjadi selama enam hari ketika acara CSMS berlangsung, semenjak pengumuman itu dikumandangkan.

Isi pikiran saya saat itu adalah di mana para peserta akan tidur, dimana mereka akan makan, dan apa saja yang akan mereka lakukan selama di SATI.  Di dalam benak saya, mungkin mereka akan tidur di Asrama Iman, sebuah asrama putra yang ada di seberang Asrama Pengharapan (Asrama tempat kami putra-putra SATI beristirahat).  Tapi ternyata, melalui pengumuman pada Chapel siang saat itu, saya mendengar bahwa mereka akan tidur bersama dengan mahasiswa/i SATI.  Artinya, mereka akan bergabung bersama kami di dalam kamar-kamar Asrama Pengharapan (Putra) dan Asrama Kasih (Putri) selama enam hari.

Ketika H-1 acara CSMS dilaksanakan, Gembala Asrama Putra memberikan pengumuman di grup WA asrama.  Isi pengumuman itu adalah daftar kamar-kamar yang akan diisi oleh mahasiswa-mahasiswa peserta CSMS.  Ketika pengumuman Chapel siang saat itu dikumandangkan, saya sudah berpikir bahwa kamar saya pasti akan ditempati oleh salah satu peserta CSMS, karena kamar saya masih berisi tiga orang penghuni (yang seharusnya satu kamar diisi empat orang penghuni).  Ya! Benar saja, ketika pengumuman dari Gembala Asrama itu saya buka, kamar 11 Asrama Pengharapan tercantum di dalamnya.  Alhasil, saya dengan dua orang teman kamar saya berunding sejenak untuk mempersiapkan diri menyambut kehadiran satu orang peserta CSMS yang belum pernah kami kenal sebelumnya. Kami harus bisa memberikan pelayanan yang maksimal bagi tamu yang akan datang ke kamar kami.

 

CSMS 1-6 Februari 2024

Tibalah waktu subuh di hari Kamis, 1 Februari 2024.  Saya harus melaksanakan tanggung jawab pelayanan saya untuk menjamin hajat hidup orang banyak di SATI.  Pada jam 3 pagi, saya bangun untuk melakukan Christian Service (CS) masak nasi.  Ketika saya turun dari tempat tidur saya yang ada di lantai dua kasur bertingkat, saya melihat satu orang yang tertidur pulas dengan kondisi berjaga-jaga di tempat tidur yang telah kami siapkan. Dia adalah peserta CSMS yang akan menjadi partner kamar kami selama enam hari ke depan.

Singkat cerita, setelah makan pagi saya masuk ke kamar dan melihat bahwa peserta CSMS itu sedang ngobrol dengan salah satu teman kamar saya.  Di saat itulah kami berkenalan dan berbincang beberapa waktu dengan Bang Abil, demikain kami memanggilnya.  Dalam percakapan yang singkat itu, saya mengetahui asal kampus, mahasiswa jurusan apa, semester berapa, dan dari mana asalnya.  Kemudian saya melakukan aktivitas saya dengan mengikuti kuliah hari itu.

Selama para peserta CSMS itu berada di SATI, mereka mengikuti jadwal peribadahan yang ada di SATI, mulai dari Ibadah Raya hari Kamis malam, Ibadah Puasa hari Jumat pagi, Ibadah Doa Lorong di Asrama, dan Chapel Siang pada hari terakhir.  Bahkan mereka juga mengikuti perkuliahan kami pada hari terakhir mereka berada di SATI.  Mungkin selama enam hari itu tidak banyak waktu yang kami habiskan untuk berbincang bersama karena Bang Abil juga harus mengikuti kelas tersendiri bagi peserta CSMS dan saya juga harus menyeimbangkan tanggung jawab saya sebagai mahasiswa aktif sekaligus mahasiswa BSK (Bea Siswa Kerja).  Jadi, kami berjumpa hanya pada malam hari di kamar.  Terlebih pada hari Jumat-Minggu kami memiliki jadwal masing-masing, di mana saya harus pergi melayani di gereja lokal yang ada di daerah Wagir dan Bang Abil yang akan melakukan sebuah exposure dengan jadwal yang sudah ditentukan panitia CSMS.

Sepanjang enam hari rangkaian demi rangkaian acara CSMS kami lewati bersama.  Mungkin tidak terlalu banyak cerita yang keluar dari mulut kami.  Tapi, cukup banyak ilmu yang bisa kami tukar bersama selama enam hari itu.  Baik di dalam kamar bersama Bang Abil maupun di dalam ruang makan dan ruang akademik bersama peserta CSMS lainnya, kami berdialog.  Entah itu bertukar ilmu mengenai bahasa, di mana bang Abil memperkenalkan Bahasa Arab dan saya memperkenalkan sedikit ilmu dari Bahasa Yunani (karena kebetulan hari Minggu sore saya sedang mengerjakan tugas Bahasa Yunani II).  Kami juga memperkenalkan beberapa sistem dan peraturan yang berbeda-beda di setiap denominasi gereja yang ada di Indonesia.

 

Refleksi Peziarahan Iman

 Sebagai orang Kristen, ibadah merupakan momen spesial di mana adanya perjumpaan antara kita (manusia) dengan Allah Sang Pencipta.  Terlebih lagi kami yang berada di SATI ini sebagai mahasiswa teologi yang sedang dipersiapkan dan ditempa untuk menjadi seorang hamba Tuhan.  Sejak semester satu kami sudah diberikan bekal ilmu dalam mata kuliah Ibadah Pentakosta.  Satu hal yang kami ketahui dari ibadah, yaitu bahwa Allah hadir di tengah-tengah umat-Nya dan umat harus meresponi kehadiran-Nya.  Hal yang menarik yang saya lihat dari peserta CSMS pada hari pertama, ketika Ibadah Raya Kamis malam.  Mungkin mereka asing dengan model ibadah Pentakosta yang cenderung meriah dengan berbagai alat musik.  Meski begitu mereka tampak sungguh menikmati ibadah yang ada di SATI.  Bahkan ketika pujian dinaikkan, salah satu peserta yang duduk di depan ikut bertepuk tangan seperti umat Kristen lainnya.

Selain itu, dalam hal membangun hubungan atau relasi dengan Allah, orang Kristen dikenal paling fleksibel.  Kita boleh berdoa dimana saja, kapan saja, dan dalam keadaan apapun, dengan syarat tidak berdoa seperti orang munafik.  Namun dalam realitas yang ada, mungkin tidak banyak orang Kristen yang suka berdoa.  Bahkan mungkin mengikuti ibadah saja terlambat hadir.  Tapi satu hal yang bisa saya pelajari dari teman sekamar saya adalah menghargai waktu perjumpaan dengan Allah.  Sebelum saya mengantar Bang Abil ke ruang Kalam Kudus pada hari Kamis siang, Bang Abil menyempatkan untuk sholat terlebih dahulu.  Meskipun sholat yang dilakukan nampaknya sangat cepat, tapi Bang Abil menghargai waktu yang ada untuk berkomunikasi terlebih dahulu dengan Allah.  Bahkan di tengah-tengah break acara pada siang hari, Bang Abil menanyakan apakah ada mushola atau masjid di sekitar kampus.  Dan Bang Abil pergi ke masjid itu.

Enam hari dengan cepat berlalu, terasa singkat tetapi begitu bermakna.  Hari pertama tentu masih perlu penyesuaian di antara kami.  Begitupun pada hari kedua, tapi tidak pada hari terakhir.  Ketika tiba saatnya mereka akan pergi meninggalkan SATI, farewell moment pun terjadi.  Saya dan Bang Abil bersalaman serta berpelukan sebagai tanda perpisahan.  Meskipun kami tidak terlalu sering berbincang bersama, kehangatan di akhir pertemuan itu kami rasakan.  Bahkan pada hari Kamis, 8 Februari 2024, setelah kami melakukan pemilihan pengurus BEM SATI yang baru, Bang Abil sudah menunggu di depan asrama.  Memang tujuannya adalah mengambil tumbler-nya yang ketinggalan.  Tapi ternyata ada tiga buah jajanan yang Bang Abil berikan untuk penghuni kamar 11.  Dalam perbincangan terakhir kami di Instagram pun, Bang Abil mengungkapkan bahwa dia rindu suasana SATI. 

Jauh menjadi dekat adalah ungkapan yang saya rasa cocok untuk menggambarkan peziarahan iman kami selama enam hari.  Kami belajar sedikit mengenai kehidupan rohani Muslim dan mereka juga belajar mengenai doktrin dan kehidupan rohani Kristen.  Kehadiran mereka di SATI juga mengubah paradigma saya mengenai umat Muslim yang seringkali dikenal fanatik terhadap agamanya.  Nyatanya tidak pada mereka.  Mereka mau membuka diri mereka untuk menerima pengetahuan Kristiani.  Sungguh pengalaman yang luar biasa dan mengesankan.  Akhir kata, salam toleransi, salam persatuan, dan salam perdamaian.