Tidak Seperti Dugaanku :

Gabrella Trang Mayani Harianja

Bagi saya kabar yang cukup menggembirakan sekaligus menjadi sebuah kabar yang menegangkan, ketika ada pengumuman pada akhir ibadah Chapel Siang di STT Satyabhakti mengenai kedatangan sahabat-sahabat muslim yang mengikuti Christianity Study for Moslem Scholars (CSMS) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Teolog Indonesia (ATI).  Dalam pengumaman itu menjelaskan bahwa kedatangan mereka bukan hanya sekadar berkunjung melihat kehidupan mahasiswa SATI, akan tetapi SATI menjadi wadah untuk mereka belajar kekristenan secara langsung dari sumber akademis teologi Kristen.  

Akhir dari pengumuman Bapak Posuka, selaku Wakil Kaprodi III, menyampaikan bahwa dalam menyambut tamu-tamu yang adalah peserta CSMS, mahasiswa/i STT Satyabhakti harus bersikap ramah, apa adanya, dan mampu mencerminkan Kristus dalam berelasi dengan mereka.  Nasihat itu membuat saya berusaha untuk tidak terlalu berlebihan atau terlalu bersemangat ketika menyambut mereka.  Oleh karena itu, saya dapat hidup berdampingan dengan mereka, bahkan saya menampilkan diri sendiri apa adanya selama 6 hari, sehingga saya dapat menikmati kebersamaan bersama mereka.  

Beberapa hari sebelum kedatangan mereka, asisten asrama kembali mengumumkan bahwa ada beberapa kamar yang akan diisi oleh sahabat-sahabat yang mengikuti CSMS ini.  Kamar saya menjadi salah satu kamar yang dipilih menjadi tempat beristirahat mereka.  Sahabat muslim yang akan berada di kamar saya bernama Ayya.  

Dalam penantian akan kedatangan mereka, ternyata ada sedikit kebingungan seperti apa sahabat yang akan tinggal di kamar saya.  Apakah nantinya sahabat saya bisa nyaman untuk beribadah dan tinggal di kamar kami?  Bukan hanya itu, tetapi mungkin ada perspektif tentang halal dan haram yang kami belum tahu.  Hal ini haram, hal itu halal.  Tidak boleh ini, tidak boleh itu.  Paradigma saya menimbulkan beberapa pertanyaan sederhana, seperti: Apakah halal bagi mereka, khususnya Kak Ayya untuk tidur di kamar saya?  Apakah halal bagi mereka (Kak Ayya) mau satu kamar mandi dengan saya?  Apakah nanti mereka (Kak Ayya) akan nyaman untuk shalat di kamar kami?  Tentu jika orang-orang mendengar isi pikiran saya akan terpingkal-pingkal karena dianggap aneh, konyol, dan sangat random.  Namun, itulah kenyataan yang muncul dalam pikiran saya.

Kedatangan Kak Ayya sedikit lebih akhir dibandingkan peserta CSMS yang lain.  Pukul 17:10 Kak Ayya datang ke kamar saat keadaan kamar hingar bingar karena persiapan Chapel Kamis malam.  Namun, hal yang sangat mengejutkan saya ketika senyuman Kak Ayya begitu terlihat senang, enjoy, dan siap hidup berdampingan dengan kami.  Tak sampai di situ, Kak Ayya menyuguhkan 4 cokelat dari Malaysia sebagai oleh-oleh untuk kami penghuni kamar 305.  Sungguh di luar dugaan.

Selama hidup berdampingan dengan mereka, paradigma saya yang sebelumnya mulai terkikis.  Mereka tidak sefanatik yang saya duga.  Mereka ramah.  Mereka asyik ketika diajak mengobrol.  Bahkan, salah satu dari peserta CSMS mau melakukan apa yang diminta oleh pemimpin pujian, seperti bertepuk tangan, bernyanyi, dan juga mengangkat tangan.  Ketika ditanyakan mengapa sia mau melakukannya, dia pun menjawab, “Karena saya diminta melakukannya.”  Keren.  Bagi saya itu suatu keramahan yang perlu diapresiasi.

 

 

 

 


Hari terakhir di pagi hari, tepatnya pada hari selasa, 6 Februari 2024, saat Chapel Siang dilangsungkan, seb
uah lukisan dipersembahkan kepada STT Satyabhakti oleh peserta CSMS sebagai ucapan terima kasih.  Lukisan itu dipamerkan dan ditunjukkan di depan dua kepercayaan yang berbeda, dua landasan yang berbeda, dua pemikiran yang berbeda pula; Muslim dan Kristen.  Lukisan itu sangat terlihat nyata, karena ada keinginan untuk menuju kepada persatuan, dan bukan lagi tentang perpecahan atau perdebatan yang menimbulkan perselisihan.  Memang tidak dapat dipungkiri adanya perbedaan, ada akar-akar hitam yang mencoba menarik kedua belah pihak untuk tidak saling menggenggam, namun inilah perbedaan.  Akan sangat gampang mempersatukan suatu pemahaman yang sama.  Tetapi, tidak segampang itu untuk sebuah perbedaan. Walau demikian bukan tidak mungkin dapat tetap berdampingan.

Masih di hari yang sama, siang seusai melakukan tanggung jawab di perpustakaan, saya langsung menuju kamar untuk istirahat.  Saya terdiam cukup lama, karena saya melihat 3 botol Coffe Bear.  3 botol sebagai tanda kasih untuk kami penghuni kamar 305. Tentu saja itu menjadi hal yang membuat saya terharu, sekaligus berterima kasih kepada Tuhan, karena sudah mengirimkan teman yang baik di waktu yang singkat ini.  Saya mendekat dan menemukan sticky note yang bertuliskan, “Makasih banyak ya, sayang-sayangnya aku; Meyu, Gaby, dan Desy.  Senang banget bisa ketemu dan kenal kalian seminggu ini, such an honor buat aku.  Aku doain kalian Win in Life, sukses dunia dan setelahnya.  Semoga kalian selalu diberkati tiap langkahnya.  Maaf banget kalau ada salah-salah dari aku.  Sayang banget kalian pokoknya. –Ayya”  Sebuah pesan yang mengharukan.  

Saya pribadi banyak belajar dari peserta Christianity Study for Moslem Scholars (CSMS).  Misalnya, untuk tidak terlalu fanatik jika berada di komunitas yang berbeda.  Ramah dan mau bergaul, serrta tidak menutup diri.  Adanya kerelaan untuk belajar agama Kristen langsung dari pemeluk agama Kristen.  Hal terakhir, dan paling penting adalah adanya kemauan untuk sama-sama bergerak kepada kedamaian di dalam perbedaan itu.